Tertikam Sepi
Kusibak tirai jendela. Dingin malam melekat di kaca. Rembulan menggantung di atas sana. Sinarnya tidak banyak. Tidak seperti malam-malam lepas. Malam ini cahayanya tunggal. Gemintang seperti enggan berkarib. Ia tak kunjung datang. Rembulan tersenyum tipis. Sangat tipis. Hingga ia resah dan meredupkan diri. Pekat malam kian menganga. Pun tak setitik cahaya melompat dari angkasa sana. Hanya sinar lampu jalan yang temaram berkawan dengan malam. Sedari tadi aku berdiri di sini. Berdiri berbingkai jendela. Pikiranku seketika menerawang. Menembus jendela. Menembus masjid yang berdiri tepat di hadapanku. Bahkan mungkin menembus cakrawala. Sesosok manusia menari-nari di kepalaku. Untuk yang entah ke berapa kalinya, ia masuk ke ubun-ubunku. Merayap ke memori otakku. Lalu mampir di ingatanku. Sudah sekian ratus hari aku mencecap hidup sebagai manusia yang diberi gelar sosok intelektual. B...