Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Bumikan Sastra, Tuai Kebaikan

Cukup lama aku tidak bermain instagram. Hari ini terpikir untuk mengunggah sebuah foto. Lalu scroll down di timeline sendiri. Sekadar nostalgia dengan foto lama. Jariku lalu terhenti di foto kenangan setahun yang lalu. Pertemuan tak terduga dengan bang Andrea Hirata—kisah ini bisa dibaca di http://www.reskiawatianwar.my.id/2017/11/andrea-hirata-akhirnya.html . Kemudian kutengok rak bukuku yang sepi pendatang baru. Mencari-cari karya bang Andrea. Beberapa masih bertengger rapih. Selebihnya dipinjam orang dan tak pulang-pulang. Aku kemudian teringat kapan pertama kali membaca karyanya. Sewindu yang lalu jika tak salah. Saat masih imut-imut dengan seragam abu-abu putih. Tetralogi Laskar Pelangi. Inilah karya fenomenal bang Andrea Hirata. Kutemukan novel-novel ini di rak buku perpustakaan sekolah. Saat ada jam pelajaran kosong, pastilah perpustakaan jadi tempat nongkrong favorit. Kalau mengingat novel-novel bang Andrea, mestilah nuansa Melayu merebak bersama komedi khasnya. Tak hanya

Self-Reflective Teaching

Action research can promote reflective teaching. (Hensen as cited in Hine, 2013: 152) Hensen in Hine (2013:152) pointed out that action research can promote reflective teaching. Some questions might appear in your heads, what does reflective teaching mean? As a teacher who has a busy time to manage the classroom, should we do it? In this paper, we are going to discuss it. Language teachers from all over the world want to be a good teacher, but not all teachers can be. Then, what makes a good teacher? The answer may vary. In my point of view, one of the characteristics of a good teacher is a teacher who never stops learning, meaning that we are not merely learning new thing, but also learn from the past. We do reflection on our classroom to know whether our work is good or no. This is in line with the statement of Burns (2010:143), all good teachers do reflective teaching. Reflection is just like a mirror. We do introspection for what we have done. It is a

Mengapa Baru Sekarang, Totto-Chan?

Gambar
Mungkin agak terlambat mengenal Totto-chan. Buku ini sudah ada sejak 1980-an, zaman ibuku masih sekolah. Cukup klasik. Rilis di Indonesia sekitar tahun 2000-an jika tak salah. Aku sendiri baru mengenalnya di tahun 2013. Lebih dari 30 tahun sejak buku ini ditulis! Waktu itu ada seorang senior jurusan Sastra Jepang yang se-UKM denganku di Radio Kampus sering bawa buku ini kemana-mana. Katanya, Totto-chan adalah objek penelitiannya. Tak hanya itu, Totto-chan juga sering kudapati nangkring di berbagai sudut lapak buku mahasiswa di kampus. Namun tak pernah sedikit pun muncul rasa penasaran untuk membacanya. Kupikir buku ini hanya buku anak-anak. Atau mungkin kisah tentang anak kecil yang tak begitu penting. Berselang beberapa tahun kemudian, tepatnya beberapa pekan yang lalu seseorang menghadiahkannya untukku. Katanya, ini buku pendidikan. Cukup lama ia teronggok di atas meja. Baru beberapa hari yang lalu kuberi label sebagai koleksi dan kubungkus plastik seperti koleksi buku yang l

Tak Pernah Ada Perayaan

Aku lahir, tumbuh, dan besar dalam keluarga yang tak pernah memperingati hari jadi. Jangankan kue atau hadiah, saling mengingat hari jadi pun jarang. Merayakannya mungkin tak begitu penting bagi ibu. Hingga kami anak-anaknya juga tak pernah mempermasalahkan. Di penghujung November, dua puluh empat usiaku kini. Tak ada perayaan. Seperti biasa. Bahkan mungkin tahun ini tak ada yang mengingat. Aku pun hampir tak ingat kalau saja bukan ucapan dari kawan-kawan yang mengalir. Tapi tak juga ada kecewa atau sedih. Terlebih perasaan diabaikan yang mungkin kebanyakan orang rasakan di hari pentingnya. Aku telah mafhum, ulang tahun bukanlah hal penting dalam keluarga kami, kawan. Aku sering menyaksikan gambar-gambar penuh keriaan yang diunggah orang lain bersama keluarga saat merayakan pertambahan usia. Sangat sering malah. Kalian juga pasti. Tapi kita tak pernah tahu seberapa bahagia keluarga mereka. Apakah mereka benar-benar bahagia? Mungkin saja gambar itu palsu, mungkin wajah ria itu

Setelah Hampir Enam Sabit

Hi Blog! Apa kabar? Maaf, lama tak berkunjung. Aku sibuk. Rentetan hariku selalu dipenuhi agenda yang membuatku tak sempat menemuimu di penghujung hari. Tapi aku selalu punya alasan untuk pulang. Sungguh, aku merindukanmu. Kau pun pasti sama. Ada banyak kisah yang ingin kubagi. Kuharap kau ingin menyimaknya. Karena ini kunjungan pertamaku, akan kurangkum semua kisah di halaman kecilmu ini. Baiklah, akan kumulai. Sungguh, setengah tahun itu berlalu seperti kecepatan cahaya. Melesat begitu cepat. Belum sempat aku melirik kalender, menanyakan tanggal hari ini, bulan berapa, rupanya tahun telah menggiring menuju pertengahan. Telah hampir enam sabit berlalu, dan belum pernah kubagikan sepotong kisah pun. Apa saja yang telah terjadi selama setengah tahun terakhir? Tentu saja ada banyak hal. Dibuka di awal tahun, bulan Januari. Tapi sebelumnya aku ingin sedikit pamer, tahun ini aku punya sesuatu yang baru. Ia teman baruku, namanya Jurnal Harian. Mungkin untuk sebagian orang ini bukan s

Surat dari Malaikat Maut

Andai saja malaikat maut mengirimiku surat sebelum bertamu Pasti kan kujamu dengan baik Kan kuhapus semua titik-titik kotor yang menempel di dinding hatiku sesegera mungkin Jauh sebelum ia bertandang Kan kubersihkan goresan hitam kelam Kubuang jauh-jauh dan kuganti dengan lukisan indah yang kan kutempel secantik mungkin agar ia senang Tapi sayang, surat itu tak kan pernah datang Tak ada kurir pos yang bersedia mengantarkannya Siap-siap saja, Mungkin Mikail sedang bergegas ke rumahmu, ke rumahku, atau rumah siapa saja yang ingin ia kunjungi Sambut ia dengan riang Siapkan versi terbaik dirimu Semoga pertemuanmu menyenangkan