Qia

Qia. Nama kita boleh sama. Tapi akhlak kita jauh bak kutub utara dan selatan. Kau begitu dekat dengan kebaikan. Kau benar-benar istiqamah dengan keislamanmu. Sedang aku, apa yang aku miliki. Tidak ada. Kau sosok perempuan mengagumkan.

Hari itu aku datang menemuimu. Berharap cahaya keislamanmu terpancar dan merasuk ke jiwaku walau hanya setitik. Senyummu mengembang. Tatapanmu teduh. Kurasa siapapun yang menyaksikannya akan merasakan kedamaian.

Aku datang dengan kostum yang sangat kontras denganmu. Jeans dengan atasan kemeja pendek. Sedang kau,  terbalut gamis yang melindungi tubuh mungilmu. Hijabmu berbeda dari perempuan kebanyakan. Perempuan kebanyakan itu termasuk aku. Panjang dan longgar. Membuatku sedikit risih berada di dekatmu. Risih pada diri sendiri.

Pertemuan kita tidak berakhir di hari itu. Beberapa kali kita membuat janji diskusi. Aku masih konsisten dengan kostumku. Kau sempat memberi sedikit pemahaman tentang bagaimana cara menutup aurat dengan benar. Tapi dasar aku yang masih saja berteman dengan setan, belum juga mengindahkannya.

Hingga hari ini kita kembali bertemu dalam halaqoh. Aku mulai melakukan sedikit revolusi. Jeans yang selalu kukenakan kini berganti dengan rok. Sedikit membuatku percaya diri berdiri di hadapanmu. Meski sesungguhnya aku belum konsisiten mengenakannya. Setidaknya satu atau dua kali sepekan.

Kuharap diriku bisa masuk dalam jejeran perempuan mulia dan makhluk-Nya yang taat seperti dirimu.

Depan JSI, bersama hembusan angin sore.

Postingan populer dari blog ini

Aku Seorang Ambivert

eLPiDiPi Kali Kedua

Super Tri