Let's Get Lost in Singapore

Sepintas saat membaca judulnya mungkin terlintas tanya di benak kalian, "kenapa harus let's get lost in Singapore? Memangnya ada ya orang yang mau tersesat? Apalagi di negeri orang. Hem, pasti tak ada yang mau lah." Tapi 'tersesat' di sini agak berbeda. Well, di tulisan kali ini akan kukisahkan bagaimana get lost in Singapore bisa jadi hal menarik yang mungkin bisa kamu coba di next liburanmu bersama keluarga atau teman-teman.

Setelah dua setengah tahun aku mengabdi sebagai seorang pendidik di salah satu sekolah swasta yang cukup ternama di kabupaten Maros, pihak direksi memberiku kesempatan berpetualang di negeri jiran bersama santri dan para guru lainnya. Sekolah kami, SPIDI—singkatan dari Sekolah Putri Darul Istiqamah—memiliki program bernama Singapore Malaysia Race yang diselenggarakan rutin setiap awal tahun. Seperti nama programnya, ini bukan jalan-jalan biasa yang seperti orang-orang lakukan pada umumnya, tapi ada race di dalamnya.

Tiga hari di Singapura mungkin menjadi hari paling melelahkan dalam sejarah hidupku. Mungkin juga bagi para santri yang ikut berpartisipasi dalam Race ini. Badan pegal tak terkira. Kaki seperti mau patah. Seluruh tubuh rasanya nyaris retak. Betapa tidak, sepanjang hari kita harus berlomba dengan tim lain untuk tiba di tempat tujuan. Dari satu bus ke bus lain, dari satu MRT ke MRT berikutnya, bahkan berjalan kaki hingga berlari pun tak ayal kami tempuh. Demi sebuah kemenangan. Untung saja hanya lelah fisik. Lelah pikiran jangan yaa.


Pedestrian lovers.
Gimana gak patah-patah coba kakinya. :D

Dalam Race, setiap kelompok terdiri dari empat santri dan satu guru pendamping. Hari pertama diawali dengan kunjungan institusi, yakni ke National University of Singapore. Dua orang mahasiswa NUS menemani kami dalam campus visit dan memberi ruang diskusi tentang kehidupan kampus di Singapura. Kemudian Race hari pertama pun dimulai di kantin NUS setelah makan siang. Setiap kelompok harus menjawab clue dari panitia, selanjutnya diminta untuk menuju satu tempat. Race pertama menjadi milik kelompok kami. Berhasil tiba di Orchard Road dan berfoto di depan Nge Ann Building paling cepat. Berbagai misi pun dimulai di Orchard Road seperti menemukan masjid Al Falah, library @orchard dan mencari satu best seller book untuk kemudian dibuatkan resume, interview di Singapore Visitor Centre, lalu lanjut mencari National Library di Victoria Street dan membuat oral report tentang apa saja yang kami temukan di perpustakaan ini.


Di depan Nge Ann Building.
Fotonya buru-buru, biar paling cepet ngaplod.

Hari kedua dimulai dengan kunjungan ke Malay Heritage, belajar tentang warisan dan budaya masyarakat Melayu Singapura. Kemudian menuju SIS (Sekolah Indonesia Singapura). Setelah kunjungan, di halaman SIS kami semua berlomba menebak nama taman yang cukup populer di Singapura. Botanical Garden. Di Botanical Garden, misi yang harus diselesaikan adalah mencari lima tanaman dengan spesies yang sama namun memiliki karakteristik yang berbeda. Lalu menemukan Botanic Center yang menjadi wadah penelitian dan konservasi anggrek. Tujuan selanjutnya adalah National City Gallery. Tiba di sky longue, menikmati pemandangan kota, lalu membuat oral report tentang tata kota Singapura. Next destination, masjid Muhammad Maulana yang ada di area UOB Plaza. Selanjutnya ke Merlion Park untuk melakukan interview dengan salah satu turis. Tak berhenti di Merlion, kami harus ke Theatre on The Bay menyaksikan konser. Lalu ke Art Science Museum, dan perjalanan ditutup dengan menikmati pertunjukan di Garden By the Bay.


Tiba di Merlion Park

Tempat-tempat yang dikunjungi di hari ketiga adalah masjid Sultan, Little India, Mustafa Centre, Air Force Museum, Istana Park, dan Science Centre.

Masjid Sultan. Jalan kaki cukup tiga menit dari
penginapan, ABC Hostel.

Meski di awal tim kami cukup sering menjadi tim tercepat, namun di race yang lain kami harus puas berada di posisi kedua atau bahkan menjadi yang paling akhir. Bukan karena kehilangan semangat akibat kelelahan, namun tim kami begitu terkesima dengan kebersihan dan keindahan tata kota Singapura. Hingga sepanjang race pun kami sibuk mengabadikan momen dengan berfoto. Jadilah kami tim yang sering terlambat tiba di destinasi selanjutnya. Haha.

Perjalanan kami tentu pernah diwarnai dengan ketersesatan. Niatnya mau ke National City Gallery. Oleh petugas di visitor service Botanical Garden, kami diberi petunjuk menuju Orchard MRT. Sepanjang jalan di atas bus, kami malah mencari bus stop Orchard yang selama hampir sejam tak kami jumpai. Alhasil kami turun dari bus saat melihat seluruh penumpang turun. Lalu kami menyadari bahwa ternyata kami ada di pemberhentian terakhir. Sungguh konyol. Untung saja di setiap pemberhentian terakhir ada stasiun MRT.


Menikmati pemandangan kota di Sky Longue National Gallery

Ketersesatan berikutnya saat hendak menuju Air Force Museum. Lagi-lagi kami turun di pemberhentian terakhir. Untung saja pengalaman di hari sebelumnya memberi banyak pelajaran. Tak hanya MRT, di sini pun kami bisa kembali mencari bus. Bus dengan nomor 94 mengantar kami ke Air Force Museum. Setelah menyelesaikan misi di Air Force, kami kembali ke bus stop menunggu bus yang paling cepat tiba di stasiun MRT. Bus nomor 94 berhenti di depan kami. Bapak driver tersenyum ramah pada kami seolah berkata, "elu lagi elu lagi." Si bapak yang barusan menurunkan kami di Air Force Museum. Kali ini kembalikan kami ke stasiun MRT ya pak.


Menunggu bus 94

Liburan ke luar negeri dengan didampingi agen travel mungkin sudah biasa. Tapi menemukan sendiri lebih dari 20 titik di Singapura selama tiga hari patut menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Terlebih lagi tanpa menggunakan google maps. Hanya berbekal peta Singapura dan berbekal tanya ke orang-orang sekitar. Juga bukan sekadar liburan dengan berfoto di depan landmark negara tujuan, tapi mengunjungi tempat-tempat wisata edukatif dengan menyelesaikan berbagai misi.


Lelah terbayarkan dengan keindahan
pertunjukan Garden By the Bay

Satu hal menakjubkan sekaligus mengharukan yang kudapati dari anak-anak dalam timku adalah ketika mereka berkata, "kuharap kita tersesat lagi. Supaya bisa berpetualang lebih jauh." Tersesat rupanya menjadi hal menyenangkan bagi mereka selama tiga hari race di Singapura. Suatu kesyukuran, mereka bisa memetik pelajaran dari perjalanan akan keterasingan hingga ketersesatan ini. Mengasah kepekaan seperti saat melihat bapak atau ibu lanjut usia dengan merelakan kursi mereka saat berada di bus atau MRT, banyak bersyukur karena lahir dan besar di Indonesia yang kata anak-anak orang-orangnya jauh lebih ramah, saling toleransi antar anggota tim, melatih kesabaran, juga melatih kemampuan bahasa asing mereka. Menelan berbagai penolakan saat bertanya arah, hingga perasaan diabaikan mungkin anak-anak telah khatamkan dalam perjalanan ini. Sungguh liburan yang penuh makna.

Postingan populer dari blog ini

Aku Seorang Ambivert

Suamiku

eLPiDiPi Kali Kedua