Review Novel Orang-Orang Biasa Karya Andrea Hirata


Judul Buku : Orang-Orang Biasa
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun Terbit : 2019
Jumlah Halaman : xii + 300 halaman


Kembali jatuh cinta pada tulisan Andrea Hirata yang selalu memukau. Sama seperti novel-novel sebelumnya, buku ini mengambil latar kampung Melayu di Belitong. Buku yang mengisahkan tentang persahabatan 10 siswa bangku belakang ini merupakan buku ke sepuluh Pakcik Hirata. Adalah Debut, Salud, Sobri, Honorun, Tohirin, Handai, Rusip, Nihe, Junilah, dan Dinah yang menjadi bintang dalam cerita ini.

Jika dalam novel Laskar Pelangi Andrea Hirata mengisahkan anak-anak miskin yang cerdas dan punya mimpi besar, maka lain halnya dengan novel Orang-Orang Biasa. 10 tokoh dengan nasib serupa. Persahabatan unik yang mungkin tak kan kau temukan dalam buku mana pun. Penghuni bangku belakang yang hidup dalam garis kemiskinan, dianugrahi kecerdasan di bawah rata-rata, menjadi sasaran empuk pembullyan, berkawan dengan kesialan hidup yang terus menempel, dan berbagai dinamika kehidupan yang terus mereka lalui hingga dewasa. Orang-orang biasa dengan kisah tak biasa.

Ada yang ditinggal mati suami lalu harus rela dikejar-kejar polisi pamong praja karena berjualan di tempat tak seharusnya, ada yang membuka usaha kios buku, ada yang menjadi supir, ada yang terus berandai-andai menjadi pembicara motivasi, ada yang menjadi guru honorer dengan gaji tipis tapi banyak anak, ada yang sibuk selfie, dan berupa-rupa peran yang mereka lakoni dalam hidup yang tak berpihak pada mereka.

Takdir kemudian kembali mempertemukan mereka melalui Dinah. Ibu dari Aini, si siswa cerdas yang ingin berkuliah di fakultas Kedokteran namun terhalang biaya. Atas nama solidaritas, sepuluh kawanan ini pun memutuskan untuk merencanakan perampokan demi mendapat biaya kuliah Aini yang selangit. Perampokan dengan ending yang tak pernah terbayangkan.

Tak seperti beberapa buku lainnya yang membuat pembaca sedikit bingung dengan sudut pandang campuran, Orang-Orang Biasa tampil cukup ringan dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga meski dengan kisah yang tak ringan sama sekali. Pembaca bisa kembali menemukan kesamaan dengan tulisan Pakcik sebelumnya dalam hal pemilihan diksi yang apik dan jenaka.

Bukan hanya cerita tentang orang-orang biasa dengan nasib sialnya, buku ini juga berisi sindiran pada penguasa dan dunia pendidikan. Kisah Aini, gadis cerdas yang mampu lulus di fakultas Kedokteran namun tersandung biaya menunjukkan betapa pendidikan takluk pada kekayaan, bukan pada kecerdasan. Kondisi yang memang masih kita temui di dunia pendidikan hari ini. Juga sindiran pada oknum yang gemar memakan uang rakyat melalui kisah trio Bastardin.

Pakcik Hirata selalu piawai dalam bercerita. Mengaduk emosi pembaca; membuat haru lalu dalam sekejap perut dikocok akan kejenakaannya. Sungguh buku yang sangat menghibur. Jika kau ingin menghabiskan waktumu tertawa terpingkal-pingkal, maka buku ini adalah rekomendasi yang sangat tepat untuk dibaca.

Postingan populer dari blog ini

Aku Seorang Ambivert

Suamiku

eLPiDiPi Kali Kedua