Menengok Masa Lalu


Ada seseorang yang pernah bilang, semakin kau dewasa semakin banyak kau kehilangan masa. Kucerna baik-baik kalimat itu di hari bertambahnya usiaku. Seiring bertambahnya usia, kita memang telah meninggalkan banyak kisah. Banyak hal indah dan menyedihkan. Dilahirkan ke dunia ini tanpa goresan dan tanpa warna. Kita lah yang kemudian menentukan akan seperti apa kita. Akankah kita memilih merah, kuning, hijau, atau semua warna warni kehidupan? Di tahun aku menutup masa belasan tahunku, tepat di usia yang ke -20 ini, aku ingin sedikit mengenang kisah-kisah indah dan menyedihkan selama hidupku. Kisah penuh pergolakan emosi. Kisah yang sarat dengan kasih, rindu, amarah, mungkin juga sesal. Mari menengok diri sejenak di masa lalu.



Itu aku, saat usiaku menginjak setahun dan saat aku tengah belajar berjalan. Tak banyak yang bisa kuingat dari foto itu. Yang aku tahu, masa kecilku sangat bahagia. Bermain dengan anak tetangga sekaligus sepupuku. Aku tak pernah bermain boneka-bonekaan seperti kebanyakan anak perempuan seusiaku. Ibu tak pernah membelikanku boneka. Mungkin karena tak punya uang lebih untuk membelikan benda semacam itu. Ibu tak pernah membelikan sesuatu yang menurutnya tak terlalu berguna. Lompat tali, dende, bola kasti, dan masak-memasak adalah hal yang sering kulakukan sepulang sekolah. Bahkan berburu buah mangga dan jambu milik tetangga tak jarang kulakukan bersama teman-teman. Kami akan menunggu angin bertiup kencang dan berlari berebut buah yang jatuh. Indah sekali masa itu. Masa dimana aku harus bolos dari tidur siang bersama ibu. Saat ibu terlelap maka aku dan adikku akan terbangun dari tidur pura-pura kami dan kabur dari tidur siang yang menyebalkan itu. Tidur siang yang membuat kami tak bisa menghabiskan waktu bersama teman-teman. Masa sepulang sekolah dan bermain bersama teman-teman memang masa yang sangaaat menyenangkan. Aku merindukan masa itu.

Hidup dengan ibu dan adikku adalah hal yang begitu kusyukuri. Aku menyayangi mereka. Banyak menyayangi mereka. Aku juga sering merindukan ayah. Ayah yang bahkan tak begitu kukenal. Ayah yang telah dipanggil Tuhan saat aku masih duduk di bangku SD. Tak banyak yang bisa kuingat tentang dia. Ibu bilang, dia ayah yang sangat hangat dan penyayang. Ibu selalu antusias saat bercerita tentang ayah. Meski aku selalu sedih melihat bongkahan kaca di matanya. Ia terlalu mencintai ayah hingga tak ada sosok yang bisa menggantikan posisinya. Ia pernah bilang, "cinta ibu sudah habis dibawa ayahmu." Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan hanya mencintai ayah.

Bersama ibu dan adik tersayang :)

Aku juga ingin mengunjungi masa SMPku. Anak-anak ceria yang masih mencari jati diri. Selalu menjadi juara kelas dan mengikuti berbagai kompetisi. Masa yang gemilang.


Masa putih abu-abu selalu menjadi hal yang sangat kunantikan saat menjelang ujian akhir di bangku SMP. Masa SMA dengan segala sebal-senangnya. Penuh keriaan, kegilaan dan persaingan. Di sini aku bertemu dengan kumpulan manusia dengan otak Einstein. Mereka lah Exon, Exact One Community. Teman-teman terbaikku! Bahkan hingga saat ini belum ada yang bisa menggantikan mereka.

Potret kehidupan anak IPA di sela-sela jam istirahat
Kenangan dengan Exon terlalu indah untuk dilupakan. Mereka kawan-kawan baikkku. Mereka keluargaku. Aku banyak mencintai kalian, Exon!

Exon liburan semester di Malino :)
Aku juga bertemu seseorang di Exon, yang menjadi salah satu tokoh penting dalam hidupku. Namanya Q-Cook, Kiko, Kikan, Kiki, Cipruk, Resqi, tapi aku lebih suka memanggilnya Cicuk. Manusia dengan sejuta nama itu kunobatkan sebagai perempuan yang cukup berpengaruh dalam hidupku. Singkatnya, dia soul mate di masa SMA yang juga tak tergantikan.

Graduation day :)
Beranjak dari masa SMA, aku ingin berseluncur ke masa aku pertama kali menginjakkan kaki di bangku kuliah. Aku lulus di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di sulsel. Menjadi mahasiswa sastra Inggris ternyata tak semudah yang kubayangkan. Bukan hanya kelas kuliah yang menjadi rutinitas, kelas pengaderan pun harus diikuti selaku mahasiswa baru.

FTC Sastra Inggris 2012
Di sini aku memulai semuanya. Bertemu dengan dunia kampus, rutin masuk kelas, bertemu dengan banyak orang di beberapa tempat. Selama masa pengaderan, aku juga mengikuti salah satu organisasi kepenulisan di kampus, Froum Lingkar Pena. Banyak yang harus dikorbankan. Termasuk membolos beberapa kali dari agenda pengaderan. Di sana aku bertemu orang-orang hebat. Tentu dalam dunia kepenulisan. Aku bersyukur bisa menjadi bagian dari mereka.
Wisata Menulis TOWR IV FLP di Malino :)

Selain FLP, menjadi bagian dari Radio Kampus EBS FM Unhas juga menjadi sebuah kesyukuran yang sangat besar. Bertemu manusia-manusia dengan kepala yang dipenuhi ide-ide gila. Menjadi manusia dengan tingkat kekepoan yang tinggi. Berada di hampir semua titik penting di kampus saat harus memenuhi hasrat Knowing Every Particular Object (red: kepo). Dan yang paling penting suara bisa mengudara lewat frekuensi 107,7. Hobi ibu mendengar radio ditularkan padaku hingga menimbulkan keinginan besar menjadi seorang penyiar radio. Kini aku mendapatkannya. Meski itu radio komunitas.
Berfoto bersama pengurus RK EBS FM Unhas :)

I'm twenty years old now! Doa dan harapan-harapan di usia yang semakin tua tentu melangit ke Sang Pemilik waktu. Tak banyak yang kuminta. Aku hanya ingin menjadi manusia yang baik, lebih baik, dan selalu baik. Menjadi putri yang baik untuk ibuku. Menjadi kakak yang baik untuk satu-satunya adikku. Menjadi kawan yang baik untuk kawan-kawanku. Dan menjadi orang yang melakukan hal-hal baik untuk orang lain. Terimakasih sudah membiarkanku tetap bernapas hingga saat ini.



Postingan populer dari blog ini

Aku Seorang Ambivert

Suamiku

eLPiDiPi Kali Kedua