Tentang PK
Ada sebuah hari yang tak kan
pernah terlupakan dalam hidupku. Hari dimana sebuah surel sontak mengubah
seluruh rencana hidup dalam sepekan. Surel yang memang kuyakini akan datang
namun tak pernah terbayangkan akan secepat itu. Surel yang selalu dinanti oleh para
awardee LPDP; Undangan Persiapan Keberangkatan.
Awalnya rasa dongkol bersemayam
di dalam dada. “Kenapa mendadak begini? Kenapa tega sekali? Apa yang harus
kulakukan di H- sekian? Dimana aku mendapatkan uang untuk segala persiapannya?”
dan segala pertanyaan-pertanyaan yang membuat hati sesak. Ingin menangis saat
itu. Untung saja ada ibu yang mendengar keluh kesah dan selalu hadir dengan
nasehatnya.
“Bersyukur nak. Syukurlah kamu
bisa cepat PK. Jadi bisa lakukan hal lain setelah PK. Jadi tidak lama menunggu.
Jangan mengeluh begitu. Syukuri saja.”
Perlahan-lahan aku mulai bisa
menguasai diri. Dalam hati aku membatin, pasti tim PK punya pertimbangan yang
matang, tak mungkin lah cuma main comot nama tanpa pertimbangan. Namun yang
membuat perasaan terus gelisah adalah ketiadaan tabungan. Mengingat segala
persiapan untuk PK menjadi tanggungan pribadi. Maka gencarlah aku mencari
pinjaman kesana kemari hingga yang terkumpul bisa mencukupi kebutuhan selama
sepekan. Mulai dari tiket, atribut ini itu, dan berbagai hal lain yang harus
merogoh kocek.
Undangan masuk sehari setelah aku
menghabiskan rupiahku untuk membeli handphone baru menjadi hal yang sedikit
kusesali. Kenapa harus terburu-buru membeli handphone? Kejutan dari PIC PK ini
benar-benar membuatku merenungi banyak hal. Hikmahnya, setiap saat sudah sepatutnya aku saving. Banyak atau sedikit harus
menabung. Tabungan itu sangaaaat penting. Kalau situasinya sudah seperti ini
tentu sangatlah berat. Maka perilaku hemat pun terus kutanamkan dalam diri pasca surel dengan kekuatan dahsyat itu mengubah jalan hidupku untuk beberapa hari ke depan. Sepulang PK aku harus berubah. Harus.
Hanya tiga hari waktu yang
kumiliki untuk mempersiapkan segalanya. Segalanya serba krasak krusuk. Tiket
harus segera dibooking, atribut
harus secepatnya dibeli. Untunglah ada kawan-kawan PK Makassar yang banyak
membantu.
7 Oktober yang harusnya menjadi
jadwal pengumuman hasil pemetaan untuk PK selanjutnya justru menjadi hari
keberangkatanku. Sungguh di luar bayanganku. Kejutan mendongkolkan yang akhirnya berubah
menjadi menyenangkan.
Karena aku ada dalam salah satu
daftar nama peserta yang menggantikan beberapa nama yang mengundurkan jadwal,
maka tentu ada banyak rangkaian pra PK yang terlewatkan olehku. Aku langsung
bergabung di grup PK Makassar, grup besar angkatan, grup Baru Join PK, hingga
grup kelompok. Aku melewatkan momen pemilihan ketua, perwakilan, pembagian job, dan segala persiapan yang
menyibukkan kawan-kawan angkatan. Kata beberapa orang, aku beruntung tinggal
tarik koper tanpa harus pusing kiri kanan. Tapi sedih juga harus melewatkan
banyak momen penting.
Persiapan opening yang melibatkan peserta dari kota Makassar membuat kami
harus tiba lebih awal untuk mempersiapkan tarian yang akan ditampilkan.
Sepanjang malam kami berkutat dengan gerakan dan musik tarian. Lelah-lelah yang
membawa bahagia.
Keesokan harinya pun kami bersua
dengan para peserta yang datang dari seluruh penjuru nusantara. Menyenangkan
sekali berkesempatan untuk membangun jaringan dengan putra putri terbaik negeri
ini.
Hari berganti hingga tiba di hari
ke sekian. Selalu ada hal tak terduga memang yang LPDP berikan. 10 Oktober 2017
adalah satu dari sekian hari yang akan selalu kukenang selama masa PK. Hari
dimana aku mencentang satu lagi resolusi hidupku. Bertahun-tahun aku menanti
hari ini. Hingga PK 110 lah yang mampu merealisasikannya. Aku akhirnya bertemu
penulis idolaku; bang Andrea Hirata. Sungguh, aku tak mampu menahan genangan
air yang tumpah dari sudut mataku. Seketika rasa bahagia yang begitu membuncah
mengalir di setiap sel-sel darahku. Aku teramat bahagia bertemu dengannya. Akan
kutuliskan satu bagian khusus untukmu, bang Andrea. Di tulisan ini aku hanya
akan merangkum segala yang ada selama lima hari kebersamaan dengan kawan-kawan
Bandaneka Sarauke.
Ada ibu Khofifah sang mentri
sosial yang begitu rendah hati menyambut kami di taman makam pahlawan. Ada
Zaini Alif, bapak permainan Indonesia yang sangat berjasa mengabadikan ribuan
permainan di Indonesia bahkan mancanegara. Ada bapak kami, Muh. Nuh, yang kami
panggil bapak afirmasi, bapak yang telah memperjuangkan satu jalur dalam
pendaftaran beasiswa LPDP hingga aku tiba di hari ini dan melihatnya secara
langsung. Juga berbagai tokoh lainnya yang perjuangan dan kontribusinya untuk
Indonesia sudah tak perlu diragukan lagi.
Aku ingin mengutip kalimat dari
bapak kami semua, pak Kamil selaku PIC PK yang berkata di awal pertemuan; boleh
jadi kita tidak kekurangan suatu apapun tetapi kurang rasa syukur. Kalimat yang
membuat dadaku bergemuruh, tenggorokan terasa sakit tiba-tiba, air menggenang
yang tak bisa kuhalau berjatuhan dari sudut-sudut mata. Maka nikmat apa lagi yang kamu
dustakan, ucapku membatin. Diterima sebagai awardee LPDP, diundang PK 110
secara mendadak yang memberi banyak hikmah, bertemu kawan-kawan kaya prestasi
tanpa menomorduakan akhlak, dipertemukan dengan pak Kamil yang setiap katanya
selalu menggugah hati. Hingga bertemu dengan tokoh-tokoh nasional inspiratif yang
selama ini hanya menjadi angan untuk bersua. Nikmat yang teramat besar.
Ingin meminjam kalimat pak Ridwan
Kamil; PK itu jahat. Ia mempertemukan kami sebagai orang asing dan memisahkan
kami sebagai keluarga. Lima hari berlalu dengan begitu singkat. Seperti belum
terlalu menyelami satu per satu kawan-kawan PK, kami lalu harus berpisah. Sedih dan bahagia bercampur menjadi satu. Mari kita bersungguh, kawan. Buktikan diri bisa mengabdi. Baktikan diri untuk bangsa.
P.S: Belum bisa posting foto karena belum dirilis oleh tim PK. Semoga di tulisan berikutnya sudah ada.