Unforgetable Camp
Setelah
Freshman Training Camp berakhir,
mahasiswa baru sastra Inggris kembali dijemput dengan sesi pengaderan
selanjutnya. Ialah Perisai Camp yang
menjadi the last pengaderan selama
setengah tahun menyandang status sebagai mahasiswa.
Sebanyak 48 kepala yang menjadi
peserta PC kali ini. Perisai Camp
Scarecrow 2012 adalah nama angkatan dan kegiatan kami. Kami pun sepakat
menamai diri kami sebagai SCW-48. Serupa dengan JKT-48. Dara-dara muda yang
berkiblat ke girlband Jepang yang sedang menikmati puncak kariernya.
Kami harus merelakan kaos putih
yang baru saja berpindah tangan dari si seller ke buyer untuk dicoreti dengan
signature para kawan seangkatan. Awalnya berat. Setelah satu per satu coretan
bergelimpangan di sana, kami akhirnya menikmatinya. Berlomba-lomba memenuhinya
hingga tak tersisa sedikit celah.
Keberangkatan kami dilepaskan
oleh bapak ketua jurusan sastra Inggris beserta bapak Wakil Dekan III.
Perjalanan ke TKP dimulai. Mobil pasukan tentara siap mengangkut kami menuju
kabupaten Maros. Ini adalah kali pertama aku menumpangi kendaraan keramat itu.
Bagaimana tidak, hanya para bapak tentara yang gagah berani diangkut oleh mobil
itu.
Sempit. Jelas saja. Jumlah kami
ada 48 manusia. Sedangkan mobil ini tidak begitu luas untuk jumlah sebanyak
itu. Berdesak-desakan menjadi choice
satu-satunya. Berdiri selama kurang lebih satu setengah jam harus dijalani oleh
beberapa kawan scarecrow. Aku sendiri mendapat tempat duduk karena lebih awal
dapat antrian naik ke mobil.
Sepanjang jalan bau-bauan
menyeruak masuk. Mulai dari bau makanan yang semakin merangsang rasa lapar
hingga bau pasar dengan segala kekhasannya. Radio masjid dinyalakan pertanda
petang sudah menjemput. Tapi Maros tak kunjung nampak.
Mobil berhenti. ‘Apa kita sudah
tiba?’ Pertanyaan itu meluncur dari mulut kawan-kawan. Ternyata memang sudah
tiba. Kami diarahkan senior menuju rute yang harus ditempuh. Ialah pematang
sawah yang menjadi jalur tempuh kami.
Licin.
Betapa tidak, hujan baru saja berhenti mengguyur bumi. Menyesal aku memakai
ketsku. Lumpur yang menyatu dengan sepatu hingga beratnya mencapai sekian
kilogram memaksa kami bertelanjang kaki. Terpeleset menjadi bagian wajib dari
medan ini. Beberapa kawan sempat mengalaminya. Begitu juga diriku. Pakaian
putih yang dipenuhi coretan kawan-kawan semakin berseni dengan warna coklat
bekas lumpur.
Lega
sekali rasanya melihat tenda sudah terpasang. Kami lalu diarahkan menuju tenda
setelah mengambil barang-barang yang telah disusun rapih di sebuah ruangan yang
kemudian menjadi dapur PC. Kemudian kami dibagi menjadi delapan kelompok. Aku,
Nia, Shella, Septa, Wa Ode, dan pak ketua kami Sersan Ricky berada dalam
kelompok enam. Yang menjadi Laison
Officer atau yang kerap kali kami sebut LO adalah kak Nawir dan kakak cewek
yang aku lupa namanya. *hehe pisss. Cyrcle
check pun dimulai dengan dipandu oleh kak Nawir. Perkenalan selesai.
Berikutnya sesi sharing.
Waktu
makan malam tiba. Saat-saat yang paling kutunggu. Karena sedari tadi
cacing-cacing di dalam perutku gencar melakukan aksi demo. Setelah menyimpan
barang-barang di tenda, kami menuju aula. Duduk berjejer. Saling berhadapan
berpasang-pasangan. Dan apa yang tersaji di depan kami? Nasi dengan lauk mie
goreng dan ikan teri. Sesungguhnya itu adalah menu yang sudah cukup bagi anak
kosan seperti diriku. Tapi yang membuatnya istimewa adalah wadah dari makanan
kami, daun pisang. Serupa dengan orang-orang Arab yang menyantap makanan mereka
di atas wadah yang sama. Itulah yang terjadi pada kami saat ini. Peristiwa
langka yang patut dikenang.
Tidur
menjadi pilihan berikutnya. Sempit bukanlah menjadi penghalang bagiku untuk
bisa terlelap. Betapa tidak, seharian penuh kami disuguhkan dengan aktifitas
yang cukup menyita tenaga. Seperti baru sedetik kupejamkan mata, fajar sudah
menyongsong di ufuk timur. Itu artinya sudah waktunya bersih diri dan shalat
subuh. Mengantri sudah menjadi menu wajib bagi kami. Hanya ada dua kamar mandi.
Sedangkan jumlah kami ada 39 kaum hawa. Sisanya ada di tempat yang berbeda.
Masih
sangat pagi, tapi kami sudah harus mendengarkan instruksi dari senior. Berlari
mengelilingi lapangan sebanyak dua kali. Aku hampir lupa menyebutkan bahwa kami
berada di lokasi militer. Tepatnya di asrama tentara di kecamatan Sambueja.
Bukan hanya kami yang berlari mengelilingi lapangan, beberapa om tentara juga
melakukan hal serupa.
Senam
dimulai. Berbagai jenis aliran musik diplay.
Mulai dari jenre pop-rock hingga bollywood. Senam dipimpin oleh maskot
SCW. Siapa lagi kalau bukan Budi Doremi. Berbagai gerakan aneh dilakukan Budi.
Tentu kami harus ikut serta meniru gayanya.
Lagi-lagi
waktunya cyrcle check. Kami berkumpul
dengan anggota kelompok masing-masing. Tidak ketinggalan LO yang selalu
mendampingi. Keluh kesah kami tumpahkan. Dengan penuh kesabaran LO mendengarkan
curhatan kami.
Berikutnya
kami harus membuat yel-yel untuk perjalanan di pos-pos. Berhubung jumlah
peserta PC ada 48 orang, kami mendapat inspirasi untuk yel-yel kami yang
berkiblat ke JKT-48. Ada fakta menarik di sini. Pak Sersan kami yang tampak
penuh wibawa itu rupanya pecinta JKT-48. Dengan mudahnya ia menyanyikan lagu
dan memperagakan koreo dari girlband yang berkiblat ke Jepang itu. Benar-benar
di luar dugaan. Bukan hanya pak ketua kami, kak Nawir ternyata juga menyukai
JKT-48. Sedikit mencengangkan memang. Biasanya pria tidak menyukai girlband.
Tapi fakta yang kutemui saat ini berbeda.
S-Spirit, C-Curious, W-Wonderful. We are
scarecrow fourty eight.. one two three.. I want you.., I need you.., I love
you.., di dalam hatiku kami di sini siap tuk berpetualang, happyyy Peeeriisai
Camp. (Dengan melodi dan gerakan ala JKT-48). Haha
Waktunya
breakfast. Kali ini kami disuguhkan
bubur isi sayuran. Dalam kondisi lapar seperti ini bukan saatnya mengeluh. Kami
tetap saja lahap.
Kaos
putih penuh seni kembali melekat di tubuh kami. Acara sakral yang menjadi inti
dari serangkaian kegiatan PC pun tiba. Outbond dengan medan yang katanya cukup
extrim sudah menanti. Dengan berbekal balon yang menjadi nyawa, satu per satu
kelompok melaju menuju TKP. Cukup lama kelompokku menunggu giliran. Hujan menemani
perjalanan outbond kami. Pita kuning terpasang di pepohonan yang menjadi tanda
rute perjalanan. Pos satu sudah di depan mata. Beberapa senior sudah menanti
kami seperti harimau kelaparan menanti mangsa mendekat. Rasa khawatir tentu
saja sempat menyesaki dadaku. Bertanya-tanya akan diapakan kita ini.
Yel-yel
menjadi pembuka. Kami diperintahkan untuk berguling-guling di tanah. Tapi
sebelum itu, kami menitipkan nyawa kami ke LO. Sudah kuduga. Akan ada hal tak
terduga seperti ini. Berikutnya kami harus mengambil sepucuk kertas kecil
dengan berjalan jongkok. Kertas itu berada dalam baskom berisi tepung terigu.
Kembali hatiku bertanya-tanya. Hal apa lagi yang akan kami lakukan dengan
baskom itu.
“Setiap
anggota kelompok mengambil satu kertas dengan menggunakan anggota tubuh di
bagian kepala. Ingat! Bagian kepala! Bukan anggota tubuh yang lain!” perintah
senior yang sungguh membuatku sebal setengah mati. Benar-benar gila. Apa
jadinya wajah kami dengan balutan bubuk putih itu?
“Setelah
kalian menemukan kertas, gigit kertas itu lalu susun menjadi sebuah kalimat
dengan anggota kelompok kalian!” sambungnya.
Wajah-wajah
lucu serupa dengan badut pun terpancar. Satu per satu dari kami dicapture oleh kamera dari senior.
Perasaan geli melihat kawan-kawan scarecrow yang sudah nampak seperti nampan
adonan menelisik masuk ke perutku. Tak bisa kupungkiri kalau ini salah satu hal
terkonyol yang pernah kudapatkan sepanjang hidupku. Aku tidak ingin
membayangkan seperti apa bentuk wajahku saat ini. Yang jelas pasti tidak
berbeda jauh dengan kawan-kawanku.
Kami
kemudian melanjutkan perjalanan. Pos kedua sudah tampak dari kejauhan. Begitu
tiba, lagi-lagi yel-yel menjadi opening.
“Laporkan
kondisi kalian saat ini!” perintah salah seorang senior yang sudah sangat
familiar di mata kami.
“Lapor.
Kami dari kelompok enam dalam keadaan kedinginan siap menerima instruksi dari
kakak.” Ucap bapak sersan.
Kali
ini hal yang harus kami lakukan adalah memecahkan balon menggunakan bambu dalam
keadaan mata tertutup. Pak sersan lah yang memberi arahan. Perjuangan yang
cukup berat. Tapi sayang kami gagal di pos ini. Kami harus menerima sanksi
menyanyikan yel-yel di sepanjang jalan hingga pos dua tidak terlihat lagi.
Dengan kondisi diguyur hujan melewati lapangan menuju pos berikutnya, sempat timbul
kekhawatiran di benakku. Khawatir kalau-kalau ada petir yang menjilat di
sekitar lapangan ini. Tapi untunglah hal itu tidak terjadi.
Pos
berikutnya. Kami harus siap diperlakukan layaknya anggota militer. Mulai dari
melewati kayu kecil yang kunamai jembatan maut, hingga tiarap di bawah besi
tansi seperti om-om tentara. Rupanya ini pos bayangan. Itu artinya kami masih
harus berjuang di dua dua pos berikutnya.
Kali
ini benar-benar pos ketiga. Yang harus kami lakukan menyundul balon hingga
meletus, yang kata senior berisi clue. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya
menyaksikan kawan-kawanku dengan perjuangan mereka. Balonnya cukup tinggi. Tapi
mereka berhasil. Dengan sigap kami mencari kertas dari balon tadi. Tapi apa
yang kami dapat?
“Oops..
bukan balon yang itu. Maaf.” Ucapnya dengan nada sedikit bersalah. Padahal
semua ini pasti sudah dirancang. Uh.. menyebalkan.
Sebelum
kami meninggalkan pos ini, rambut pak sersan harus menerima kehadiran makhluk
asing seperti kaki seribu di rambutnya. Menjijikkan memang. Tapi mau bagaimana
lagi?. Senior juga masih punya perasaan. Cuma berselang beberapa detik saja
Ricky diperintahkan untuk menjatuhkan makhluk itu ke aliran selokan. Apa yang
terjadi kemudian? Sungguh menyedihkan. Pak sersan kami harus menerima kenyataan
kalau kacamatanya ikut terjatuh dibawa arus. Senior sempat panik. Mereka
berusaha sekuat tenaga mencari kacamata itu. Tapi nihil. Arusnya memang sangat
deras. Mungkin sudah hanyut menuju sungai.
Kasihan
sekali ketua kami. Dia harus kami pandu karena penglihatannya yang rabun.
Untung saja sisa satu pos lagi. Pos kali ini sedikit menegangkan. Yang jaga
adalah senior tua. Kami harus jaga sikap. Meski tidak banyak yang kami lakukan
di pos ini. Berhubung medannya sangat extrim akibat hujan, kami tidak dibiarkan
menyeberangi sungai. Hanya kotoran mamalia yang kami kenal dengan nama sapi
menjadi make-up di wajah kami.
Dengan
berakhirnya pos empat, kami pikir berakhir sudah penderitaan ini. Ternyata
beberapa kelompok yang tidak menyeberangi sungai mendapat tantangan
selanjutnya, termasuk kelompokku. Kami harus merelakan tubuh kami berjalan
jongkok di aliran selokan berwarna coklat.
“Ayam ayam ayam bebek, bebek bebek bebek
ayam. Ayam patuk bebek, bebek patuk ayam, ayam bebek patuk-patukan.”
Berjalan
sambil menyanyikan lagu ayam bebek. Kemudian ada bangkai ayam yang benar-benar
menemani kami di sepanjang selokan.
“Belum
selesai. Sekarang lewat di jembatan kecil itu. Ayo masuk!”
Oh
Tuhan. Apa lagi ini? Kami harus melewati terowongan casablanca itu dengan arus
yang kuat. Awalnya kami sedikit menolak. Tapi apa daya. Kuteguhkan hati seraya
meyakinkan diri kalau aku bisa melakukan itu. Yeah. Aku harus bisa.
Satu
per satu dari kami mulai mengapungkan diri di atas permukaan air. Begitu
giliran Shella, ia shock melihat
seekor ular kecil berwarna silver keluar dari balik jembatan ini. Ia pun
dibebaskan dari rintangan ini.
Sekarang
giliranku. Dengan penuh percaya diri kubiarkan tubuhku melakukan hal itu.
Kudapati diriku mengapung di bawah terowongan casablanca ini. Sempat aku menerawang
ke film lawas. Kisah yang memisahkan cinta Rose dan Jack. Adegan ketika Jack
mencari kunci di atas kapal, kemudian air sudah memenuhi ruangan. Hanya bagian
kepalanya yang tidak ditenggelamkan air. Lalu sedikit demi sedikit air meninggi
hingga bagian hidung ke atas yang tersisa. Kurasa seperti inilah yang ia
rasakan. Sekuat tenaga kuangkat kepalaku agar tidak tersentuh air. Tapi semakin
kuangkat, langit-langit terowongan menabrak helmku. Rupanya ini manfaat dari
helm kiwi yang sumpah setengah mati aku mendapatkannya dengan meminjam kiri
kanan. Kepalaku aman dilindungi helm.
Pak
sersan sudah menjemput di luar sana. Akhirnya aku keluar dengan selamat. Begitu
juga kawan yang lain. Setelah ini kami menghangatkan perut dengan teh dan
bubur. Nyaman sekali rasanya setelah berdingin-dingin ria.
Sesi
berikutnya yang sangat kami nantikan sebagai maba ialah sesi benteng takeshi,
main tembak-tembakan. Betapa tidak, kali ini dengan sepuas hati kami
melayangkan pistol air ke senior. Hahaha. Belum puas dengan pistol, kami
mengambil air sebanyak-banyaknya dengan helm lalu melemparkan air itu ke senior
yang sudah kami sepakati sebelumnya. Setelah perjuangan panjang menembak dan
melempari senior dengan air, akhirnya bendera Perisai berkibar. Aksi tembak
menembak dan siram menyiram ini berlangsung lama. Sepertinya senior memberikan
kesempatan bagi maba untuk ‘membalas dendam’. Puas sekali rasanya setelah
melakukan ini. Hahhahhaha.
Setelah
sesi benteng takeshi berakhir, kami bersih diri dengan mandi di sungai. Lucu
sekali. Mandi ala bidadari yang baru turun dari kayangan. Selanjutnya kami
benar-benar mandi sebersih mungkin di kamar mandi aula.
Petang
menjemput. Malam merampas siang. Mengisi perut menjadi hal yang selalu kunanti.
Entah mengapa energiku cepat berkurang. Masih seperti kemarin, kami makan
beralaskan daun pisang. Sangat eksotis dan unforgetable.
Daun
pisang dibereskan. Kami bersantai sejenak. Menyenangkan sekali rasanya. Kuingat
kembali hal yang sudah kami lakukan di setiap pos siang tadi. Menyebalkan tapi
menyenangkan. Kapan lagi kami melakukan hal-hal bodoh seperti ini? Mungkin ini
hanya sekali seumur hidup. Kuharap seperti itu.
“Perhatian”!
“Siap!”
“Perhatian!”
semakin keras.
“Siap!”
lebih keras.
Masih ada yang harus kita
lakukan, treasure hunt. Ketua
kelompok diperintahkan untuk mengambil nama atau foto dari senior yang sudah
disiapkan panitia. Kelompokku mendapatkan nama Herda Ismail.
“Kak
Dada!” teriak kawan-kawan kelompokku. Untung saja kami mendapat nama yang sudah
sangat kami kenal. Kami harus mencari nama tersebut lalu meminta clue selanjutnya. Mudah saja kami
menemukan kak Dada. Di dapur PC ia sibuk membuat sambal. Terus saja kami
memohon-mohon agar diberi clue. Tapi
dasar senior, sukanya berlama-lama. Dengan penuh kesabaran akhirnya kakak
memberi kami gambar seorang senior tua.
“Terima
kasih kak!” lalu meninggalkan tempat itu.
“Ini
kak Didin kan? Tolong bantu cari yah teman-teman.” Kata pak sersan. Kasihan
sekali dia. Sejak kacamatanya hanyut bersama arus selokan, ia tidak bisa
melihat dengan jelas.
“Siap,
sersan!”
Dengan
bertanya kepada beberapa senior mengenai keberadaan kak Didin, kami pun
menemukan lokasinya. Beberapa menit kami dikerjai oleh senior tua. Itu juga
berdasarkan instruksi dari kak Didin. Selanjutnya kak Didin memberikan kami map untuk menemukan harta karun itu.
Aula
tempat kami start menjadi tempat persembunyian harta karun. Bergegas kami
kembali ke aula. Di dekat tangga sudah bersemayam baju angkatan scarecrow. Kaos
hitam bergambar orang-orangan sawah yang serupa dengan jelangkung. Sedikit
horor menurutku.
Setelah
semua kelompok menemukan harta karunnya, kami diperintahkan untuk
mengenakannya. Selanjutnya acara take and give. Maba kasih kado ke senior atau
teman seangkatan. Beserta alasannya.
Sebenarnya
aku sudah tidak bersemangat lagi setelah seharian disuguhkan dengan medan-medan
yang membuat saraf-saraf tubuhku lelah. Heran aku melihat kawan-kawan scarecrow
yang masih semangat-45. Ada yang memberi kado untuk senior. Aku sendiri memberi
kado untuk Wa Ode, teman kelompokku yang paling ekspresif. Bukan hanya di
kelompokku, tapi di seluruh scarecrow.
Penunjuk
waktu di phonecellku sudah
menunjukkan pukul tiga pagi. Setelah bubar, segera aku melayangkan kepalaku di
atas tas yang sudah dua malam ini menjadi bantal.
Setitik
cahaya menelisik masuk ke tenda. Aku terbangun. Rupanya sudah pukul delapan
pagi. Segera kami membersihkan diri. Setelah sarapan masih ada satu kegiatan
lagi, obsevasi. Kelompok enam diberi kepercayaan untuk melakukan observasi di
luar. Itu artinya kami akan mengamati dan meneliti tentang masyarakat yang ada
di kecamatan Sambueja. Dua rumah telah kami wawancarai. Saatnya menyimpulkan.
Tiba-tiba
titik air berjatuhan dari langit. Kami segera berlindung. Pos om tentara
menampung kami. Berhubung cairan bening terus saja mengguyur bumi, kami
memutuskan untuk meninggalkan pos ini dengan berlari sekencang mungkin. Tibalah
kami di aula. Menunggu beberapa kelompok lagi yang belum tiba. Setelah semuanya
berkumpul kami diperintahkan menuju tenda untuk packing. Hurray…!!!! Dalam hati aku bersorak. Akhirnya berakhir
sudah serangkaian inti pengaderan sastra Inggris. Ahh.. leganya. Eits, tunggu
dulu. Masih ada PILOT dan Annive yang menanti. Kepanitiaan kami di acara itu
merupakan bentuk aplikasi dari apa yang telah kami dapatkan di FTC dan PC. Kuharap
semuanya berjalan lancar.