Serba Serbi


Menjadi mahasiswa semester tiga seperti mengingat kembali setahun silam, saat menjadi maba. Betapa tidak, setiap semester ganjil kampus akan diramaikan dengan wajah-wajah baru. Seperti tahun ini, saat tahun keduaku menjadi mahasiswa.

Seketika aku terlempar ke saat-saat masih sangat baru-barunya mengenal dunia kampus. Setelah kuliah berakhir, kami akan dijemput oleh para senior dari divisi pengaderan. Digiring ke suatu tempat yang saat itu sangat terasa asing dan menakutkan. Kami menamai aksi itu “penculikan”. Kadang pula kami bersembunyi di kantor jurusan demi menghindari kejaran para senior yang sungguh sangat menakutkan. Rasanya hak untuk merasakan kebebasan di kampus direnggut oleh mereka; para senior yang selalu saja membuat kami para maba tunduk dan patuh pada setiap kata yang keluar dari mulut mereka; berjalan dengan merapatkan dagu dan leher karena begitu segannya lewat di hadapan senior.

Mengadu dan berlindung pada dosen adalah langkah yang selalu kami ambil. Sungguh sangat menggelikan saat mengingat masa yang sangat lugu itu. Masa ketika kami belum mengenal apa itu pengaderan, apa itu himpunan, untuk apa mengikuti pengumpulan, untuk apa melakukan semua perintah senior yang cukup banyak menyita waktu. Memang, kita tak akan pernah tahu jika belum terjun dan merasakan bagaimana dalamnya lautan yang diselami, tak akan pernah tahu bagaimana semua yang telah kami lewati; serangkaian proses pengaderan dan segala sebal-senangnya begitu memberi arti yang besar.

Tidak ada yang patut disesali dalam hidup. Justru rasa beruntung lah yang sangat patut menjejali setiap dari kami. Setelah ditempa secara fisik dan mental, kini aku sadar akan berharganya pembelajaran itu. Hampir setiap malam menjelma menjadi siang bagi kami. Mengajarkan tubuh bagaimana harus tahan banting, mengajarkan mental bagaimana harus bertahan dalam tekanan psikologis. Proses panjang yang memuakkan sekaligus memberi kesan mendalam itu tak akan pernah kulupakan. Jujur kuakui. Banyak hal yang kupetik dari serangkaian proses yang menyebalkan itu; tahu di mana posisi kami saat ini; mempelajari jalan menuju hutan belantara yang sesungguhnya masih terbentang panjang; tahu bagaimana harus bersikap saat harus dihadapkan pada sebuah kelompok yang acap kali dinamai organisasi; dan yang paling penting, tahu betapa ruginya jika melewatkan proses itu.

Bosan bermain-main di masa lalu. Saatnya kembali ke kini. Di sini. Saat ini. Bersama kawan-kawan seangkatan. Di kelas mata kuliah MKU yang kami namai Wastek. Berada di kelas besar bersama maba dari jurusan lain.

Tak banyak yang berubah dari kawan-kawanku setelah beberapa bulan tak bersua karena libur yang begitu panjang. Mungkin heanya berat badan. Ada yang tampak lebih berisi, begitu juga sebaliknya. Ada yang ekstrim melakukan perubahan pada penampilan; seperti seorang kawan perempuanku yang melepas kerudungnya demi tampak lebih maskulin –memang sudah sejak lama ia memiliki karakter tomboy. Tapi hari ini aku dibuat shock dengan tampilannya. Orang-orang seperti dia mungkin merasa bahwa ia terjebak dalam tubuh perempuan karena memiliki kepibadian yang maskulin. Ada juga seorang kawan laki-laki yang lebih suka bergaul dengan perempuan. Ah. Banyak sekali jenis mahasiswa yang kujumpai. Mahasiswa yang tekun, yang tak satu pertemuan pun dilewatkan –hingga mendapatkan IP maksimal. Luar biasa sekali! Mungkin kalau berbicara mengenai mahasiswa yang tekun, mahasiswa yang sebaliknya akan jauh lebih banyak. Suka saat dosen tidak ada, suka dengan dosen yang malas dan santai, dan benci dengan dosen yang rajin dan penuh tugas –kerap kali diberi julukan killer.

Semoga di tahun kedua alias semester tiga ini resolusi-resolusiku bisa tercapai. Amin. :)

Postingan populer dari blog ini

Aku Seorang Ambivert

eLPiDiPi Kali Kedua

Super Tri