Goes to Polman
Langit tak kunjung berhenti menangis. Bahkan semakin mengguyur. Padahal bus yang akan kutumpangi menuju kabupaten Polman sudah menunggu berjam-jam. Setelah air dari arah atas kami mulai berkurang , Nurul, Dewi, dan aku berjalan terbirit-birit meninggalkan lorong sahabat menuju kampus, tepatnya di depan auditorium Mattulada . Apa yang kami khawatirkan benar-benar terjadi. Benar saja, kami tidak kebagian kursi karena terlambat. Semua kawan kami sudah duduk manis di tempat mereka masing-masing. Alhasil, mau tidak mau, suka tidak suka kami harus duduk di lorong bus, celah antara kursi di bagian kiri dan kanan. Yang lebih parahnya, kami duduk di kursi plastik tanpa sandaran. Bayangkan betapa melelah k annya journey yang ditempuh selama kurang lebih tujuh jam. Belum menjalaninya saja sudah membuat punggung pegal setengah mati. Dan benar saja, baru beberapa kabupaten yang dilintasi, otot-otot pung...