One Second
Sore ini mendung. Tapi tidak ada
hubungannya dengan obrolanku bersama adikku, Wawan. Anak itu selalu saja
mengeluarkan kalimat-kalimat yang mampu mengocok perut. Tidak pernah kehabisan
banyolan-banyolan segar. Sama seperti sore ini di ruang tengah.
“Sebutkan ko bede’ lima nama
buah-buahan dalam satu detik!” perintahnya yang selalu tidak bisa kutolak.
Bocah ini ada-ada saja. Mana bisa
aku melakukan hal itu. Tapi bukan kakaknya Wawan namanya kalau menolak
tantangannya. Tanpa pikir panjang langsung kulontarkan nama buah-buahan
berjumlah lima.
“Anggurapelmanggajerukpisang.”
Ucapku terburu-buru tanpa spasi. Sungguh sangat menyebalkan.
“Ah. Itu lebih dari satu detik.
Kalau saya toh satu detik ji.” Ungkapnya sedikit sombong.
“Apa pade’ kalau bisa ko satu
detik?”
“RUJAK!” sebutnya seraya
memandangku dengan pandangan remeh, yang tak ayal lagi-lagi sukses membuatku
tercengang beberapa detik yang dilanjutkan dengan tawa yang berderai-derai. Ah.
Lagi-lagi aku masuk perangkapnya.
Anak ini sungguh menyebalkan.
Tapi aku menyukai rasa sebal ini. Rasa sebal yang selalu mampu membuatku merasa
tidak ada adik yang paling aku sayangi selain dia.
Fanfar city, 24 Juli
2013