Ramadhan

Ini kali kedua aku memulai Ramadhan tidak di rumah. Sejujurnya aku sangat merindukan suasana rumah bersama keluarga. Tapi ini sudah menjadi pilihanku. Sesuatu membuatku harus mengurungkan niat untuk pulang. Kuharap ini pilihan yang tepat. Sangat jarang orang yang bisa mengambil keputusan yang tepat di saat yang tepat. Kuharap aku adalah salah satu di antaranya.

Pondokan sepi. Tentu saja. Semua memutuskan untuk menjalani ritual mudik alias pulang kampung. Termasuk dua orang sahabatku, si Oki dan Nahli. Jauh hari sebelum menjemput Ramadhan mereka sudah meninggalkan kota Makassar. Aku bisa membayangkan bagaimana bahagianya mereka menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih. Sangat kontras denganku. Seorang diri di kota orang memikul tanggungjawab sebagai broadcaster. Kuharap ini investasi untuk waktu depan.

Masih ada seorang lagi yang belum meninggalkan pondokan: kak Ade. Dia kakak tetangga kamarku. Untunglah ada kak Ade yang bisa sedikit mengobati rasa sepiku.

Shalat tarawih pertama tidak boleh kutinggalkan. Terlebih lagi jarak masjid sangatlah mudah kujangkau: tepat di depan pondokanku. Namanya masjid Nurul Iman, serupa dengan nama pondokanku.

Tidak kusangka masjid akan seramai itu. Kupikir semua penduduk di Sahabat sudah meninggalkan kampung ini. Di hari-hari biasa hanya ada aku dan kak Ade atau beberapa anak-anak yang menjadi makmum di saf perempuan. Luar biasa sekali malam ini. Kurasa mereka tidak ingin melewatkan Ramadhan tanpa amalan tarawih. Sama sepertiku.

Harapanku, meski hari ini aku tidak melewatkan Ramadhan di kampung halaman bersama keluarga, semoga hal ini tidak membuatku meninggalkan amalan yang dilipatgandakan di bulan penuh berkah ini. Semoga semua tetap sama, bahkan bisa  lebih meningkatkan ibadah dibanding tahun-tahun lepas.

Postingan populer dari blog ini

Aku Seorang Ambivert

eLPiDiPi Kali Kedua

Super Tri