Sederhana = Hemat



Hidup di kota orang sebagai pengembara ilmu dengan sebutan ‘mahasiswa’ bukanlah hal yang mudah. Terutama menjadi anak kos-kosan. Segalanya dijalani penuh dengan kesederhanaan. Sebagian besar melakukan pekerjaan yang mungkin dulunya tidak dilakukan sendiri kini harus dengan tangan sendiri. Segala yang bersangkutan dengan anak kosan memang sangat identik dengan kata ‘sederhana’. Termasuk menempati hunian yang sangat sederhana, makan makanan yang jauh dari kata mewah, dan hidup dengan segala keterbatasan. Yah. Seperti itulah diriku.

Segala kesederhanaan yang menempel pada diriku sebagai anak kosan semakin lengkap saja dengan menjadi salah seorang mahasiswa yang mengandalkan kekuatan otot betis untuk berjalan dari kosan menuju kampus. Sudah lebih dari satu tahun kedua kakiku harus menerima kenyataan dan bersabar menghadapi situasi ini. Memang sudah menjadi pilihanku untuk melakoni hal ini. Jarak dari kosan ke kampus yang terbilang tidak terlalu jauh membuatku memutuskan untuk menjadi pejalan kaki saja. Alasannya sederhana, demi menghemat biaya transpor.

Mungkin kasihan melihatku setiap hari harus menempuh jarak ratusan meter, ibuku berniat untuk membelikanku sepeda motor. Katanya, untuk menghemat tenaga. Meski sebenarnya aku pernah tergiur dengan tawaran itu, tapi naik motor ke kampus dengan jarak yang sangat dekat kurasa bukanlah hal yang bijak. Memang menghemat tenaga, tapi boros materi. Isi bensin, belum lagi uang parkir. Waduh. Sedikit repot.

Sebenarnya ada juga satu hal yang turut mendasari kenapa aku lebih memilih untuk berjalan kaki ke kampus dibanding naik kendaraan pribadi –boros BBM. Aku heran melihat beberapa kawan yang bahkan jarak dari tempat tinggalnya menuju kampus jauh lebih dekat tapi lebih memilih untuk mengendarai kendaraan pribadi. Yah. Mungkin aku memang tidak bisa melakukan hal yang besar dan banyak hal untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan, tapi setidaknya dengan hal kecil ini aku telah membantu bumi ini untuk tidak mengeluarkan stok BBMnya hanya untuk mengantarku ke kampus yang jaraknya masih sangat manusiawi untuk ditempuh dengan bejalan kaki. Selain hemat biaya dan BBM, juga bisa menjadi sarana berolahraga.

Rasa capek tentu saja pernah mendera, bahkan sangat sering. Terutama saat harus ke kampus dengan terik matahari yang begitu membakar kulit dibarengi dengan cucuran keringat yang tentu saja bukan pemandangan yang indah saat tiba di kelas. Hal ini kuakali dengan berpayung saat dalam perjalanan. Memang banyak yang kadang memandangku dengan tatapan yang seolah berkata, ‘aneh sekali anak ini.’ Tapi hidup dalam kontrol anggapan orang justru akan membuatku tidak bisa melangkah dengan gayaku sendiri. Aku pernah bermimpi untuk memliki sepeda. Bukan pernah, lebih tepatnya sedang bermimpi dan berusaha mendapatkannya. Aku dan seorang kawan kosanku sangat berkeinginan memiliki sepeda dan bisa mengendarainya ke kampus. Mungkin akan sedikit membantu kaki-kaki yang kadang lelah ini. selain itu, misi untuk berhemat BBM juga tetap jalan. Andai semua orang mengendarai sepeda ke kampus, minimal kawan-kawan yang jarak dari tempat tinggalnya ke kampus tidak begitu jauh, pasti polusi udara dari kendaraan bisa ditekan. Juga bisa menghindari macet yang sudah sangat berkawan dengan kita.


Tulisan ini dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang di selenggarakan oleh
@jungjawa dan @unidzalika



Postingan populer dari blog ini

Aku Seorang Ambivert

eLPiDiPi Kali Kedua

Super Tri