Ritual Mingguan



Gelap berganti terang. Hal yang selalu kunanti, tercipta hari baru. Harapan-harapan tentang hari yang lebih baik selalu terlukis di benakku. Sama seperti pagi ini. Cahaya hangat sang mentari selalu mampu menambah semangat pagiku. Terlebih lagi karena hari ini adalah hari minggu. Yey! Itu artinya aku akan terbebas dari rutinitas kuliah yang kadang menjenuhkan.

Minggu pagi begitu menyenangkan karena bisa menjauhkan diri dari kesibukan akademik selama sepekan. Meski menyenangkan, ada juga hal yang sedikit memuakkan karena sudah ditunggu cucian yang menggunung. Alhasil, minggu pagi yang santai diwarnai dengan aksi HMS (Hari Mencuci Sedunia). Mengapa hari mencuci sedunia? Karena berdasarkan testimoni, bukan cuma aku yang menjadikan hari minggu sebagai HMS, sebagian besar kawanku juga melakukan hal yang sama.

Setelah ratusan hari menjadi mahasiswa, hidupku sontak berganti dengan hal-hal baru. Seperti melakukan sendiri hal-hal yang biasanya tidak kulakukan sendiri, termasuk mencuci pakaian. Hidup di kota orang sebagai pengembara ilmu tak semudah yang kubayangkan. Setidaknya begitu pikirku ketika di awal-awal mendapat status yang kata orang sosok intelektual. Kini semua sudah berganti dengan kata ‘mandiri’. Segalanya menjadi mudah dan mulai terbiasa. Memasak sendiri, membersihkan ruangan sempit yang berperan sebagai kamar, ruang belajar sekaligus dapur. Yah. Inilah kamar kost. Semuanya serba sendiri. Seperti lirik lagu saja.

Aku harus secepatnya membawa tumpukan pakaian kotorku ke tempat mencuci pakaian yang ada di pondokan ini. Terlambat sedikit saja bisa berakibat fatal; orang lain bisa mendahuluiku. Kalau sudah begitu, aku harus menunggu selama beberapa menit lamanya. Singkatnya, antri mencuci.

Syukurlah. Kurasa aku menjadi penghuni pondokan pertama yang akan berperang dengan pasukan pakaian kotor. Belum lama tangan ini bergulat dengan kain-kain yang sejak tadi berkawan dengan busa sabun, seorang kawan penghuni pondokan ini melintas menuju kamar mandi.

“Hei, pagi sekali mencucinya.” Lontarnya kemudian berlalu ke kamar mandi. Hanya kubalas dengan sapaan ringan. Bisa kutebak, pagi-pagi begini meski di hari minggu dan tanpa kegiatan lain di luar, ia pasti akan melakukan ritual wajibnya; mandi pagi.

Dia Nahli, kawan yang sudah kukenal sejak di bangku menengah atas. Sosok yang sangat perfectionist, menurutku. Segalanya harus baik. Semua yang dilakukannya harus sempurna, atau setidaknya mendekati sempurna. Termasuk dalam hal kebersihan. Kalau bukan dia yang menjaga kebersihan pondokan ini setiap saat, bisa kubayangkan bagaimana menyedihkannya kondisi pondokan yang kami huni ini. Ia begitu rajin menyumbangkan tenaganya untuk selalu membersihkan kamar mandi, menyapu teras, dan sederetan tindakan lain yang bagi orang seperti diriku mungkin akan sangat melelahkan. Aku salut akan sikapnya itu.

Belum lama Nahli masuk ke kamar mandi, seseorang yang juga kawan SMAku berlari terhuyung-huyung lalu menggedor-gedor pintu kamar mandi. Pondokan kami memang cuma punya dua kamar mandi. Kamar mandi yang satu sedang bermasalah. Maka jadilah keributan pagi di depan kamar mandi.

“Nal, cepat! Perutku sudah melilit.”

“Iya. Sabar, sabar. Sebentar lagi.” Terdengar balasan dari dalam. Aku masih melanjutkan aksi mingguanku tanpa terlibat dengan mereka.

Nahli sangat tidak bisa dipercaya kalau sudah urusan kamar mandi. Katanya sebentar, eh orang dibuat menunggu sangat lama. Durasi mandi tercepat yang memecahkan rekornya sendiri mungkin sekitar tiga puluh menit. Itu sudah yang paling cepat. Bagaimana normalnya.

Rupanya Nahli masih betah. Ia tak kujung menunjukkan tanda-tanda akan keluar. Oki yang sejak tadi meringis menahan sakit mulai naik pitam.

“Kalau mau bertapa jangan di kamar mandi!” Ucap Oki yang sangat dongkol pada Nahli yang masih bergeming di dalam sana.

“Mandi itu cuma lima menit. Boros air, tau!” Sambungnya.

Yah. Oki benar. Semakin lama di kamar mandi maka akan semakin besar peluang untuk menghabiskan dan membuang-buang air. Aku sendiri juga menganut paham yang serupa dengan Oki. Mungkin memakai kamar mandi terlalu lama menjadi satu-satunya hal yang tidak kusukai dari kawanku, Nahli.

Berselang beberapa saat kemudian akhirnya pintu kamar mandi pun dibuka. Tanpa berlama-lama Oki segera melayangkan dirinya ke dalam kamar mandi yang sudah sejak tadi dinantinya.



Tulisan ini dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang di selenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika
 

Postingan populer dari blog ini

Aku Seorang Ambivert

eLPiDiPi Kali Kedua

Super Tri